Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI RANTAU PRAPAT
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2023/PN Rap USUP SUKRI MUNTHE Kepala Kepolisian Sektor Kualuh Hulu Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 11 Sep. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2023/PN Rap
Tanggal Surat Kamis, 07 Sep. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1USUP SUKRI MUNTHE
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Sektor Kualuh Hulu
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

 

 

                                                                                                 Rantauprapat, 07 September 2023

Kepada Yth. :

 

KETUA PENGADILAN NEGERI

RANTAU PRAPAT

 

Di

Rantauprapat

 

 

Perihal           : Permohonan Pra Peradilan

                          Atas nama USUP SUKRI MUNTHE

 

 

Dengan hormat,

 

Perkenankanlah KARTOYO, SH.MM , Adalah Advokat/Penasehat Hukum pada Kantor Hukum  KARTOYO & PARTNERS . Yang berkedudukan Hukum di Jln. Ahmad Yani, Komplek Perumahan Ganda Asri II No. 39, Rantauprapat, Labuhanbatu, Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 01 September 2023, bertindak untuk dan atas nama mewakili kepentingan hukum dari :

 

N a m a                                  :  USUP SUKRI MUNTHE

Tempat/Tanggal Lahir       :  Medan / 17 Agustus 1993

Pekerjaan                             :  Berdagang

A g a m a                               :  Islam

A l a m a t                              :  Dusun Ranto Betul Barat, Desa Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

untuk selanjutnya disebut sebagai : -------------------------------------------- PEMOHON.

 

 

L a w a n :

 

Pemerintah Republik Indonesia C.q Kepala Kepolisian Republik Indonesia, C.q Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, C.q Kepala Kepolisian Resort Labuhanbatu, Cq. Kepala Kepolisian Sektor Kualuh Hulu  berkedudukan di Jalan Jendral Sudirman, No. 19 Aek Kanopan, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Selanjutnnya di sebut sebagai --------TERMOHON

 

Dalam hal ini Pemohon mengajukan Permohonan Pra Peradilan atas pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Pemohon serta tidak terpenuhinya syarat formil dan materil Penangkapan dan Penahanan sebagaimana di atur dalam ketentuan Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 38 dan Pasal 39 KUH Acara Pidana yang telah dikenakan terhadap diri Pemohon

 

 

Adapun alasan Pemohon mengajukan permohonan ini adalah sebagai berikut :

 

  1. Dasar Hukum Permohonan Pra Peradilan

 

1.1. Bahwa tindakan upaya paksa seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak azasi manusia.

Bahwa menurut Andi Hamzah (1986:10), praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran hak azasi manusia yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Sehingga praperadilan menjadi salah satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut.

Bahwa hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak azasi manusia sebagai tersangka / terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan, serta praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka / terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide pasal 80 KUHAP).

Bahwa berdasarkan pada nilai itulah, baik penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutam agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

 

  1. Bahwa sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1 angka 10 KUHAP, yang dikutip berbunyi sebagai berikut :

“ Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

 

  1. Bahwa disamping itu, yang menjadi objek praperadilan sebagaimana telah diatur dalam pasal 77 KUHAP, dikutip berbunyi sebagai berikut :

“ Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
    1. Bahwa dalam perkembangannya, pengaturan praperadilan sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka (10) jo Pasal 77  KUHAP sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak azasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara.

Dan untuk itulah, peristiwa hukum inilah yang disebut “terobosan hukum” atau hukum yang prorakyat, dan merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, sehingga hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya, melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

 

  1. Bahwa selain itu, terdapat pula beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksadan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdaat dalam perkara berikut :

 

  1. Putusan Pengadilan Negeri Bangkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.Bky tanggal 18 Mei 2011.
  2. Putusan Mahkamah Agung RI No. 88 PK/Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012.
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel tanggal 27 Nopember 2012.
  4.   Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Pebruari 2015
  5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015.

 

  1. Bahwa demikian pula, oleh lembaga Mahkamah Konstitusi RI dalam amar putusannya Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 semakin memperkuat diakuinya praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, sehingga dasar hukum Pemohon mengajukan permohonan praperadilan ini adalah sah dan memiliki nilai kekuatan hukum.

 

 

  1. Alasan Permohonan Pra Peradilan

 

  1. Pemohon Tidak Pernah Diperiksa sebagai Saksi (Calon Tersangka)

 

  1. Bahwa Mahkamah Konstitusi RI dalam putusannya Nomor : 21/PUU-XII/2014 yang mengabulkan sebahagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan, hal mana Mahkamah Konstitusi RI melalui putusannya menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf (a) KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.

 

  1. Bahwa Mahkamah Konstitusi RI beralasan apabila KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”,“bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup”, halmana berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal 2 alat bukti.

 

  1. Bahwa tentang frasa “bukti permulaan”,“bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 (1) KUHAP tersebut, harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tidak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).

 

  1. Bahwa Mahkamah Konstitusi RI menetapkan syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak azasi seseorang, agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang, guna menghindari tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.

 

  1. Bahwa sebagaimana diketahui, apabila Pemohon tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai calon tersangka (saksi). Hal ini semakin dipertegas dan diperkuat dengan Penangkapan  yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon yang kemudian di Terlakukan Pengakapan dan dilanjutkan dengan Penahanan, sehingga membuktikan bahwasanya Pemohon tidak pernah dipanggil sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon Langsung dilakukan Penangkapan oleh Termohon.

 

  1. Bahwa oleh karenanya, berdasar putusan Mahkamah Konstitusi RI dimaksud, frasa “bukti permulaan”,“bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya tidak dilakukan Termohon kepada Pemohon dan karena putusan Mahkamah Konstitusi RI dimaksud bersifat final dan mengikat, memiliki asas Res Judicata (dianggap benar) serta erga omnes (berlaku umum) harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh  Termohon.

 

  1. Bahwa dengan demikian, secara hukum jelas tindakan dari Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah dan harus dibatalkan tentang Penangkapan terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A quo.

 

 

 

 

  1. Pemohon Ditangkap Tanda Dasar Hukum Yang Jelas.

 

Bahwa, Penangkapan Pemohon dilakukan oleh Termohon pada tanggal 07 Agustus 2023, sekira pukul 17.00 wib di Kualuh Hulu tepatnya di Kota Aek Kanopan tanpa didahului pemeriksaan dan pemanggilan kepada diri Pemohon, sedangkan peristiwa hukum yang diduga dilakukan oleh Pemohon terjadi dan berdasarkan Laporan Kepolisian Nomor : LP/B/246/VIII/2023/SPKT/POLSEK KUALUH HULU/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMUT tertanggal 18 Juli 2023 An. Pelapor MUHAMMAD NURDIN SITORUS.

 

Bahwa, dapat dilihat kejadian Peristiwa hukum tersebut bukanlah suatu peristiwa yang sesaat dan kemudian dilakukan tangkap tangan, dan berdasarkan data yang ada, bahwa pihak Termohon sebelumnya telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang yang di duga melakukan peristiwa hukum Pencurian sebagaimana yang diatur dalam unsur-unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4e Subs Pasal 362 KUHPidana, yang pada akhirnya dilakukan penangkapan kepada diri Pemohon, tanpa di dahului dengan proses Penyelidikan yang memungkinan diri Pemohon untuk melakukan Pembelaan diri.

 

Bahwa, sejak tanggal 07 Agustus 2023 tersebut Pemohon di introgasi/diperiksa oleh Termohon di Polsek Kualuh Hulu, dan pada saat pemeriksaan Pemohon dengan tegas menyatakan tidak mengetahui dan tidak pernah terlibat dalam pencurian sebagaimana yang dituduhkan berdasarkan Laporan Kepolisian Nomor : LP/B/246/VIII/2023/SPKT/POLSEK KUALUH HULU/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMUT tertanggal 18 Juli 2023 An. Pelapor MUHAMMAD NURDIN SITORUS dan sejak saat itulah Pemohon mengalami Tekanan dan Penyiksaan secara fisik kepada diri Pemohon untuk mengakui perbuatan Pencurian tersebut. Tekanan secara verbal dan Fisik dilakukan oleh Termohon dengan bentuk ancaman akan dilakukan penembakan kepada diri Pemohon karena tidak mengakui perbuatan pencurian tersebut.

 

Bahwa, pada tanggal 07 s/d 08 Agustus 2023, pada saat dilakukan pemeriksaan kepada diri Pemohon oleh Termohon di Polsek Kualuh Hulu, selain mendapat tekana Verbal Pemohon juga mendapat tekanan dan siksaan Fisik, dengan memukul dan merendam Pemohon di kamar mandi dan lalu diarahkan kipas angin kepada diri Pemohon, akan tetapi Pemohon tetap tidak bergeming dan tidak mengakui adanya perbuatan tersebut.

 

Bahwa. pada tanggal 08 Agustus 2023, pemohon pada pagi harinya mendapat pendampingan dari Pengacara Prodeo yang dihadirkan oleh Termohon, dan berdasarkan Pengacara Prodeo tersebut pada saat mendampingi di pagi hari Pemohon masih belum mengakui perbuatan tersebut, akan tetapi pada sore harinya Pengacara Prodeo yang dihadirkan oleh Termohon di panggil kembali untuk mendampingi Pemohon dalam proses pemeriksaan berikutnya, yang pada sore hari dan masih di tanggal 08 Agustus 2023 tersebut, Pemohon telah mengakui perbuatan pidana sebagaimana yang di tuduhkan oleh Termohon.

 

Bahwa, pengakuan yang dilakukan oleh Pemohon dapatlah di pandang tidak sah dan bertentangan dengan hukum karena dalam kondisi tekanan fisik dan fsikis, dan ketidak mampuan Pemohon akan siksaan fisik tersebut adalah pada saat Pemohon di pijak dan di tendang pada bahagian perut dari diri Pemohon, pada saat itulah Pemohon diarahkan oleh Termohon untuk mengakui perbuatan sebagaimanayang dituduhkan oleh Termohon

 

Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang Penangakapan terhadap diri Pemohon    oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo.

 

  1. Syarat Formil dan Materil Penangkapan Dan Penahanan tidak Terpenuhi

2.3.1. Cacat formil penangkapan dan penahanan.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dalam proses penangkapan yang dilakukan Termohon Ic.  Polsek Kualuh Hulu terhadap Pemohon terbukti bahwa proses penangkapan tersebut cacat formil karena telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) KUHAP yang menyatakan:

“Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.”

Bahwa, penangkapan yang dilakukan oleh Termohon tidak disertai dengan hal-hal yang diamanatkan oleh Undang-undang, Pemohon di tangkap di tengah kota Aek Kanopan dengan cara-cara yang tidak patut dan tidak diberikesempatan untuk menjelaskan dan memperoleh hak-haknya sebagai orang yang diduga melakukan tindak Pidana, dan langsung dibawak pada Polsek Kualuh Hulu oleh Termohon.

Bahwa, Pemohon langsung dilakukan introgasi dengan kekerasan Verbal dan Fisik, dimana secara verbal Pemohon di bentak dan di ancam akan di tembak karena tidak mangakui apa yang dituduhkan oleh Termohon, sedangkan secara fisik tidak terhitung lagi pukulan, tamparan yang terima oleh Pemohon, yang dilakukan oleh Termohon di Polsek Kualuh Hulu, hingga sampai batas kesanggupan Pemohon yang kemudian Pemohon mengakui semua perbuatan yang dituduhkan oleh Termohon.

 

2.3.2. Cacat Materil penangkapan dan Penahanan.

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah diuraikan di atas, terbukti bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan Termohon cacat materil. Hal ini akan Pemohon jelaskan sebagai berikut ini:

Bahwa ketentuan pasal 17 KUHAP menyatakan: “Perintah penangkapan dilakukan seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti pemulaan yang cukup.” Lebih lanjut penjelasan pasal 17 KUHAP menyatakan: “yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk adanya tindak pidana sesuai dengan ketentuan pasal 1 butir 14. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.” Pasal 1 butir 14 menyatakan“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam pemeriksaan Pemohon, terbukti bahwa Termohon tidak memiliki alat bukti yang sah sesuai ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP, karena hanya : keterangan dari korban dan keluarga korban yang diduga keras menyesuaikan dengan keterangan Pemohon yang pada awalnya dilakukan penyisaan kepada diri Pemohon, serta keterangan yang diberikan Pemohon karena penyisaan yang dialami,  karena berdasarkan ketentuan pasal 188 ayat (2) KUHAP, petunjuk hanya dapat diperoleh dari: (a) keterangan saksi; (b) surat dan (c) keterangan terdakwa. Disamping itu, keterangan yang dihimpun dari para Pemohon diperoleh dengan melakukan penyiksaan terlebih dahulu, sehingga kwalitas keterangan yang diperoleh penyidik telah melanggar standard-standard HAM.

 

2.4.  Penahanan terhadap Pemohon

Bahwa ketentuan pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan: “perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga kerena melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang buti dan atau mengulangi tindak pidana.”

Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dalam proses pemeriksaan Pemohon, Termohon tidak memiliki cukup bukti untuk melakukan penahanan terhadap Pemohon, karena penahanan hanya didasarkan pada alat bukti berupa keterangan dari Korban serta keluarga korban, sedangkan tuduhan rekaman cctv juga tidak menunjukan secara jelas yang melakukan adalah Pemohon, disisi lain pengakuan dari Pemohon haruslah dikesampingkan karena diberikan dalam keadaan tekanan dan mengalami siksaan fisik yang mengharuskan Pemohon mengakui perbuatan Pidana yang tidak dilakukan oleh Pemohon.

 

2.5.  Penggeledahan.

Bahwa ketentuan pasal 32 KUHAP menyatakan bahwa : Untuk Kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang– undang ini. Pasal 33 ayat (2),(3), (4), (5) menyatakan bahwa ; Ayat (2) ;Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah. Ayat (3) ;Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya. Ayat (4) ;Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir. Ayat (5) ; Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

Bahwa berdasarkan fakta – fakta hukum dalam proses penggeledahan, yang dilakukan di rumah Pemohon tidak didasarkan pada ketentuan Pasal 33 KUHAP, pasal (2), (3), (4) dan (5).

Bahwa, pada tanggal 08 Agustus 20123, Termohon telah melakukan penggeledahan di rumah orang tua Pemohon, dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang, sehingga pengeledahan itu dipandang tidak memilki kekuatan hukum.

Bahwa, penggeledahan tersebut tidak didampingi oleh dua orang saksi, dan atau perangkat Desa/Kelurahan, setelah penggeledahan tersebut selesai barulah Termohon memanggil perangkat Desa/Kelurahan, dan hal ini harus dipandang cacat secara hukum, dan harus dibatalkan tentang Penggeledahan terhadap diri Pemohon    oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo

 

  1. Penyitaan.

Bahwa ketentuan pasal 75 ayat 1 huruf f KUHAP menyatakan bahwa : “ Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang penyitaan benda ”

Bahwa berdasarkan fakta – fakta hukum dalam proses penyitaan barang – barang yang diperoleh pada saat penggeledahan, tidak disertai dengan Berita Acara Penyitaan terhadap 1 (satu) unit sepeda motor milik dari Pemohon, dan itu haruslah dipandang cacat secara hukum.

 

3. PERMINTAAN GANTI KERUGIAN DAN ATAU REHABILITASI

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas dihubungkan dengan hak-hak Pemohon, menurut KUHAP, pasal 81, 95 ayat (1), 97 ayat (3) KUHAP serta jaminan prosedur yudisial guna pemenuhan kerugian-kerugian serta pemulihan atau rehabilitasi atas tercemarnya nama baik Pemohon dan keluarga di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dikehendaki oleh pasal 9 ayat (5) Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Tentang Hak sipil Politik yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah berhak atas kompensasi yang dapat diberlakukan.”

Bahwa akibat perbuatan sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan/penahanan terhadap Pemohon telah menimbulkan kerugian baik kerugian materil maupun kerugian im-materil, maka oleh sebab itu Pemohon dalam hal ini merinci jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan sewenang-wenang oleh Termohon, sebagai berikut:

  1. Kerugian Materil:

Bahwa, Pemohon adalah seorang suami dari seorang istri dan satu orang anak yang harus dicukupi kebutuhannya, dimana Pemohon sebagai Pedagang yang setiap harinya berjualan dengan penghasilan sebesar Rp. 200.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah), sehingga dapat diperhitungakan sejak  tanggal 07 Agustus 2023 sampai dengan sekarang, lebih kurang 40 hari  dapat diperhitungakan kerugian dari Pemohon adalah Rp. 200.000,- x 40 hari = Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah)

3.2. Kerugian Imateril

Bahwa akibat penangkapan dan penahanan yang tidak sah oleh Termohon, menyebabkan tercemarnya nama baik Pemohon, hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap pemohon dan keluarga Pemohon, dan telah menimbulkan kerugian im-materil yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga di batasi dengan jumlah Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon kiranya segera diadakan sidang praperadilan terhadap Termohon sesuai dengan hak-hak Pemohon, sesuai dengan pasal 79 jo 78 jo 77 KUHAP, kami meminta:

  1. Pada waktu pemeriksaan praperadilan ini, mohon para Pemohon Materil dipanggil dan dihadapkan dalam persidangan Praperadilan dan didengar keterangan-keterangannya;
  2. Kepada Penyidik diperintahkan untuk membawa berkas-berkas Berita Acara Pemeriksaan dan alat-alat bukti Pemohon diantaranya rekaman CCTV, baju milik Korban, dan satu unit sepeda motor ke dalam sidang dan menyerahkannya kepada Hakim Pra peradilan.

 

Selanjutnya melalui pengadilan ini, mohon diberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai

berikut:

 

  1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;---------------
  2. Menyatakan penangkapan terhadap diri Pemohon oleh Termohon yang diajukan dalam Praperadilan ini adalah tidak sah;------------------------------------------------------
  3. Menyatakan penahanan terhadap diri Pemohon oleh Termohon yang diajukan dalam Praperadilan ini adalah tidak sah;------------------------------------------------------
  4. Menyatakan Penggeledahan yang dilakukan Termohon atas diri Pemohon, Rumah Para Pemohon adalah tidak sah;-----------------------------------------------------------------
  5. Menyatakan penyitaan atas semua barang bukti yang dimikili Pemohon tidak sah sesuai pasal 38 jo pasal jo pasal 39 ayat (1) KUHAP;----------------------------------------
  6. Menghukum Termohon untuk mengeluarkan Pemohon dari tahanan;------------------
  7. Menghukum Termohon untuk mengembalikan satu unit sepeda motor dan barang lainnya kepada Pemohon;-------------------------------------------------------------------------
  8. Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian, berupa:
    1. Kerugian Materil:

Membayar ganti kerugian materiil Karena Para Pemohon kehilangan pekerjaan sebanyak Rp 8.000.000,- (delapan juta rupiah)

  1. Kerugiaan Im-materil:

Membayar ganti kerugian im-materil yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga dibatasi dengan diperkirakan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

  1. Memerintahkan Termohon untuk merehabilitasi nama baik Para Pemohon dalam  media social FB, Instagram, dan 4 (empat) media online;----------------------------------
  2. Membebankan semua biaya perkara Praperadilan ini kepada Termohon;------------

Apabila Pengadilan Negeri Ambon berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

 

Hormat Pemohon,

Penasihat Hukumnya,

 

 

 

KARTOYO, SH, MM

  •  

  

Pihak Dipublikasikan Ya